Ombudsman Ungkap Beras Sisa Impor Menumpuk Setahun di Gudang Bulog

Jakarta, Agustus 2025 – Ombudsman Republik cvtogel Indonesia mengungkap fakta mengejutkan terkait penumpukan beras impor yang telah lama tidak tersalurkan di gudang milik Perum Bulog. Berdasarkan hasil investigasi dan penelusuran, diketahui bahwa sejumlah besar beras impor yang seharusnya disalurkan untuk kebutuhan masyarakat justru menumpuk di gudang selama lebih dari satu tahun tanpa distribusi yang jelas.

Temuan Ombudsman: 100 Ribu Ton Lebih Beras Tidak Tersalurkan

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menyampaikan bahwa dalam kunjungan ke beberapa gudang Bulog di daerah Jawa Barat dan Jawa Timur, ditemukan tumpukan beras yang masih tersimpan sejak impor tahun lalu. Menurutnya, total beras yang belum tersalurkan bisa mencapai lebih dari 100 ribu ton, sebagian besar merupakan beras hasil impor tahun 2024.

baca juga: kpk-bicara-peluang-panggil-hasto-terkait-barang-bukti-yang-telah-disita

“Beras-beras ini seharusnya sudah disalurkan sejak lama untuk program bantuan pangan atau stabilisasi harga. Namun faktanya, stok ini tidak bergerak selama berbulan-bulan,” ujar Yeka dalam konferensi pers yang digelar di kantor Ombudsman RI.

Penyebab Penumpukan: Regulasi Tak Sinkron dan Distribusi Lambat

Ombudsman menyebutkan bahwa salah satu penyebab utama dari penumpukan ini adalah ketidaksinkronan regulasi antar lembaga. Bulog yang memiliki mandat untuk menyalurkan cadangan beras pemerintah (CBP) harus berkoordinasi dengan beberapa kementerian seperti Kementerian Sosial dan Kementerian Perdagangan. Namun dalam praktiknya, koordinasi tersebut berjalan lambat dan cenderung birokratis.

Selain itu, perubahan mekanisme distribusi bantuan pangan juga turut memperlambat penyaluran beras. Dalam beberapa kasus, bantuan sosial yang seharusnya berbentuk beras digantikan dengan bantuan uang tunai, sehingga beras yang sudah disiapkan tidak terserap.

Dampak Terhadap Kualitas Beras

Salah satu konsekuensi serius dari penumpukan ini adalah penurunan kualitas beras. Beras yang disimpan terlalu lama tanpa rotasi stok berisiko mengalami penurunan mutu seperti berubah warna, berbau apek, hingga terkena hama gudang. Hal ini tentu berdampak pada nilai ekonomis dan kualitas konsumsi masyarakat apabila tetap dipaksakan untuk disalurkan.

“Jika beras ini nantinya disalurkan dalam kondisi yang tidak layak, maka masyarakat yang dirugikan. Di sisi lain, jika harus dimusnahkan, ini tentu pemborosan anggaran,” tambah Yeka.

Tanggapan Bulog: Menunggu Instruksi dan Dukungan Anggaran

Pihak Bulog membenarkan adanya sisa stok beras impor yang belum disalurkan, namun mereka menyebut bahwa keterlambatan tersebut bukan sepenuhnya kesalahan internal. Kepala Divisi Operasional Bulog menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu instruksi resmi dari pemerintah terkait alokasi dan penyaluran beras tersebut.

“Kami siap menyalurkan kapan saja, namun harus sesuai regulasi dan anggaran operasional yang tersedia. Kami juga butuh jaminan bahwa penyaluran itu tidak melanggar ketentuan atau malah menimbulkan polemik baru,” ujarnya.

Ombudsman Minta Evaluasi dan Audit Menyeluruh

Ombudsman mendesak pemerintah untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap manajemen stok pangan, khususnya pada sistem pengadaan dan penyaluran beras impor. Selain itu, diperlukan audit independen untuk memastikan tidak ada unsur kelalaian atau pemborosan dalam proses distribusi pangan nasional.

Lebih lanjut, Ombudsman juga meminta agar pengambilan keputusan pengadaan pangan berbasis pada data dan kebutuhan riil, bukan sekadar asumsi pasar atau tekanan politik. Mereka mengingatkan bahwa beras adalah kebutuhan pokok, dan setiap kebijakan terkait distribusinya harus mengedepankan kepentingan rakyat.

Publik Minta Transparansi

Isu ini memicu perhatian publik dan menuai kritik di media sosial. Banyak masyarakat yang mempertanyakan alasan pemerintah mengimpor beras dalam jumlah besar, sementara produksi lokal cukup tinggi dan hasil panen petani seringkali tidak terserap maksimal.

“Kenapa harus impor terus kalau akhirnya cuma numpuk di gudang? Kenapa tidak beli beras dari petani lokal?” tulis seorang netizen di platform X (dulu Twitter).

Penutup: Tantangan Ketahanan Pangan Nasional

Kasus ini menunjukkan bahwa persoalan ketahanan pangan bukan hanya soal ketersediaan, tetapi juga soal pengelolaan, penyaluran, dan efisiensi birokrasi. Diperlukan perbaikan sistemik agar kejadian serupa tidak terulang, terutama di tengah tantangan global seperti perubahan iklim dan krisis pangan dunia.

Pemerintah dan lembaga terkait diharapkan lebih sigap dan terkoordinasi dalam mengelola cadangan pangan nasional, agar setiap butir beras yang diimpor maupun diproduksi dalam negeri benar-benar bermanfaat bagi rakyat.

sumber artikel: elevenia99.id