Fenomena kelahiran pttogel delapan bayi di Inggris yang memiliki DNA dari tiga orang tua sekaligus baru-baru ini menggemparkan dunia medis dan publik global. Hal ini bukan hasil dari rekayasa keluarga poligami atau adopsi genetik secara konvensional, melainkan dari sebuah prosedur ilmiah canggih bernama mitochondrial donation treatment (MDT) atau terapi donasi mitokondria. Lalu, bagaimana sebenarnya proses ini berlangsung? Apa alasan ilmiah di balik praktik ini, dan apa implikasinya terhadap masa depan reproduksi manusia?
Apa Itu DNA 3 Orang Tua?
Secara tradisional, seorang anak mewarisi DNA dari dua orang tua biologis: 50% dari ayah dan 50% dari ibu. Namun, dalam kasus bayi “tiga orang tua”, ada tambahan genetik dari seorang donor wanita ketiga. Bukan dalam bentuk seluruh DNA inti (yang menentukan karakteristik seperti warna mata atau tinggi badan), tetapi dari DNA mitokondria—komponen sel yang berfungsi sebagai “pembangkit tenaga” dan mengandung materi genetik tersendiri.
DNA mitokondria ini sangat kecil, hanya mencakup sekitar 0.1% dari keseluruhan DNA manusia. Namun, jika mitokondria seorang ibu memiliki mutasi genetik, maka anaknya bisa mewarisi penyakit serius seperti gangguan otot, gangguan jantung, bahkan kebutaan dan gagal organ. Inilah yang menjadi dasar pemikiran munculnya metode MDT.
Bagaimana Prosedur MDT Dilakukan?
Metode MDT dilakukan melalui dua pendekatan utama, yakni:
-
Pronuclear Transfer (PNT)
-
Inti dari sel telur ibu yang mengandung DNA inti diambil dan dipindahkan ke dalam sel telur donor yang mitokondrianya sehat, tetapi DNA intinya telah diangkat.
-
Sel telur baru ini kemudian dibuahi oleh sperma ayah.
-
-
Maternal Spindle Transfer (MST)
-
Dilakukan sebelum pembuahan. Materi genetik ibu dipindahkan ke sel telur donor yang sudah dikosongkan dari inti DNA-nya.
-
Selanjutnya, sel telur tersebut dibuahi oleh sperma ayah.
-
Kedua pendekatan ini memungkinkan anak memiliki kombinasi DNA dari tiga orang: ayah (DNA inti), ibu (DNA inti), dan donor wanita (DNA mitokondria).
Mengapa Inggris Menjadi Negara Pertama yang Menerapkannya?
Inggris menjadi negara pertama di dunia yang secara legal mengizinkan penggunaan terapi MDT untuk mencegah penyakit mitokondria. Hal ini dimungkinkan setelah Human Fertilisation and Embryology Authority (HFEA) memberikan lampu hijau pada praktik ini pada tahun 2015, dan akhirnya proses kelahiran bayi-bayi hasil MDT mulai terjadi beberapa tahun kemudian.
Prosesnya juga dilakukan secara ketat oleh klinik yang ditunjuk dan disetujui, seperti Newcastle Fertility Centre, yang menjadi pelopor dalam prosedur ini. Mereka menjalankan MDT hanya pada pasangan-pasangan dengan risiko tinggi melahirkan anak dengan penyakit mitokondria.
Apakah Bayi Ini Benar-Benar “Punya Tiga Orang Tua”?
Secara teknis, ya, bayi tersebut memiliki tiga sumber genetik. Namun secara biologis dan hukum, anak tetap diakui berasal dari dua orang tua utama—ibu dan ayah—karena DNA donor mitokondria tidak memengaruhi karakteristik fisik atau kepribadian anak. Mitokondria hanya bertugas memproduksi energi dalam sel, bukan membentuk ciri fisik.
Manfaat dan Kontroversi
Manfaat:
-
Mencegah kelahiran bayi dengan penyakit genetik berat.
-
Memberikan harapan kepada pasangan yang sebelumnya tak bisa memiliki anak sehat.
Kontroversi:
-
Kekhawatiran etis tentang “rekayasa genetik” manusia.
-
Ketakutan akan efek jangka panjang yang belum sepenuhnya diketahui.
-
Perdebatan tentang batasan intervensi ilmiah dalam proses alami reproduksi.
Apa Dampaknya untuk Masa Depan Reproduksi Manusia?
Teknologi ini membuka pintu menuju masa depan di mana kelahiran anak bisa diatur untuk menghindari penyakit genetik, bahkan mungkin memperbaiki sifat biologis tertentu. Namun, ini juga memunculkan kekhawatiran tentang designer babies, atau bayi yang sengaja direkayasa untuk memiliki fitur-fitur tertentu yang “diinginkan”, seperti kecerdasan tinggi atau penampilan fisik tertentu.
Kesimpulan
Kelahiran delapan bayi dengan gabungan DNA dari tiga orang tua di Inggris menandai terobosan besar dalam dunia kedokteran reproduksi. Dengan teknologi MDT, harapan baru muncul bagi banyak pasangan yang berisiko menurunkan penyakit genetik ke anaknya. Meski masih menjadi perdebatan di kalangan etika dan agama, langkah ini menunjukkan bagaimana ilmu pengetahuan terus berkembang untuk menjawab tantangan kesehatan generasi mendatang.
Namun, seperti semua teknologi mutakhir, penerapannya harus diawasi dengan ketat, bijak, dan selalu mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Masa depan anak-anak ini kini tidak hanya menjadi harapan orang tua mereka, tetapi juga representasi dari potensi besar ilmu kedokteran modern.